Monday, January 18, 2010

Di malam itu dia memelukku

Yang ku ingat di malam itu...

Dua minggu lagi UAS di semester genap. Tak terasa, sudah dua tahun kurang ku tempati kamar ini, kamar kosan yang ku tinggali sejak aku masuk kuliah. Banyak sekali kenangan disini, siapa saja yang menjamah ruang ini, dan momen di dalamnya. Di ruangan ini aku berbagi tawa dengan teman-teman, tak terkecuali dengan dia. Lelaki yang dulu pernah bersumpah padaku bahwa dia akan mencintaiku sampai mati. Konyol, memang, mengingat usia kami yang masih bisa dibilang usia remaja. Di ruangan ini pula aku menangis hingga nyaris putus asa, ketika ku anggap sumpahnya dulu itu palsu. Ya, kami berpisah karena suatu alasan. Mungkin bila dipikir-ulang, aku pun sebenarnya tidak tahu kenapa kami berpisah. Padahal kami cocok satu sama lain, setia satu sama lain, saling membutuhkan, saling mencari, whateverlah. Mungkin memang ini takdirnya kami tak bisa lagi berjalan beriringan. Tetapi, satu hal. Semenjak kami berpisah, aku tidak pernah mencoba lagi membuka hati untuk lelaki lain. Entahlah dengannya, ku dengar dia berkali-kali mencari penggantiku. Aku sendiri sudah tidak pernah lagi menjalin komunikasi dengannya. Terlalu sakit perpisahan ini, mungkin, sampai-sampai harus ku matikan semua sistem memori otakku tentang dirinya.

Ketika sedang asyik-asyiknya menekuri buku-buku materi ujian, ditambah kalkulator di tangan kanan (menghitung pengeluaran bulanan) dan suara lagu-lagu hits pop Indonesia di Winamp, aku dikejutkan oleh suara teman sekosanku.

Dokdokdok..
....
"Saaa.."
"Iya, kenapa?" acuhku tanpa membukakan pintu untuknya.
"Ada yang nyariin lo." katanya.
"Siapa ?" tanyaku, masih sama acuh.
"Gue suruh dia masuk aja ya.." katanya. Sobatku ini tak biasanya bermain rahasia seperti itu, tapi akh..
"Iya" jawabku mengiyakan. Tanggung.

....
Tak berapa lama....

Dokdokdok..
Kali ini ku bukakan pintu untuknya. Tamu yang datang di saat aku sedang asik belajar, pukul 8 malam.

Begitu pintu terbuka, ku lihat sesosok tubuh tegap, yang sangat sangat ku kenal, dan raut wajah yang tak pernah berubah. Tengil, dan masih ada pesona.

"Hai.." kata yang pertama terucap.
"Eh, hai juga. Masuk masuk.. Duduk aja." jawabku, tak berusaha menyembunyikan kegugupan ini.
"Mau main kok gak bilang-bilang ?" tanyaku.
"Hehe.. Maaf.." katanya.
"Sama siapa kesini ? Sendiri ?" tanyaku, supaya suasana tidak kaku. Dia mengangguk.
"Emangnya abis darimana ? Keliatannya capek banget." ujarku. "Mau minum ?" tawarku.
Duh, kenapa tiba-tiba aku cerewet kalau berhadapan dengan dia ?!
"Air putih aja" katanya sambil tersenyum.
Aku ambil gelas dan ku tuangkan air ke dalamnya. Ku taruh di atas meja. Aku tahu, dia terus menerus memandangku. Walau aku membelakanginya, aku yakin dia pun menatapku.

"Ada apa sih, A ? Kok tumben malem-malem gini main ? Abis dari Bandung ? Mana gak bilang.." cecarku, tak sabar mendengar ceritanya.
"Tadinya mau ke Bandung, tapi kemalemanlah kalo terus kesana. Jadi yaudah aku main aja ke tempatmu, dek." jawabnya. Agak heran juga, kenapa kemalaman ? Padahal Bandung-Jatinangor hanya satu jam. Kalau dia melanjutkan perjalanan, paling lama jam 10 nyampe. Dan itu kemalaman ??

"Hapeku hilang, dek. Aku gak hapal nomormu. Yang aku hapal nomor lamamu yang sudak tidak kamu pakai lagi." jelasnya.

"Oh.." jawabku. "Ke Bandung mau ngapain ?" tanyaku.
"Ada yang nawarin kerjaan." katanya.
"Ah, bohong. Bilang aja mau ketemu 'adek' yang lain. Hahaha.." godaku, walau sebenarnya aku cemburu.
Dia tak menjawab. Akh..

Kami berdiam diri. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Grogi. Laki-laki dan perempuan, mantan kekasih, di dalam kamar. Aduuh, aku serbasalah !!

"Dek, kita tuh, kenapa sih putus ?" tanyanya tiba-tiba.
"Hah ?? Nggg.. Gak tau, A." jawabku bingung.
"Kok gak tau sih dek ? Kan adek yang mutusin A." pojoknya.
"Emosi, A.. Aa sih, apa coba maksudnya salah kirim sms itu, ke cewek lain." kataku berkilah.
"Tapi kan jangan langsung putus, dek" ujarnya. Iya, A, aku menyesal.
"Yaudahlah, A. Jangan dibahas lagi. Toh Aa udah punya yang baru kan ?" kataku.
"Mereka gak kaya kamu, dek."
"Emangnya kalau ada kesempatan lagi, Aa mau balikan sama aku ?" pancingku.
"Hhhh.." helanya.
"Kok cuma 'hhh' sih ?" kejarku.
"Dek, kalo kita emang gak ditakdirkan buat bareng-bareng, yang A pengen cuma satu. A pengen adek tau kalo A selalu sayang sama adek." katanya.
"Gombaaaaal !!" teriakku tak percaya.
"Eh, beneran loh dek." katanya meyakinkan.

"Dek, mau gak janji sama A ?" tanyanya kemudian.
"Apa ?" tanyaku.
"Adek harus cari cowok lain ya. Jangan pikirin A terus. A tau looh.." katanya, entah serius entah bercanda.
"Geer ih !!" jawabku.
"Yee.. Janji dulu ah !!" katanya.
"Iya, tenang aja." jawabku akhirnya.

"A, boleh peluk adek gak ?" tanyanya.
"Eh ?" tanyaku tak percaya.
"Buat yang terakhir kali. Biar A tenang.." katanya menjelaskan.
Walau grogi, akhirnya ku hempaskan tubuhku ke dekapannya. Tenang sekali berada dekat jantungnya. Hanya berpelukan, tidak lebih. Sekedar melepas semua rindu selama dua tahun ini tak bertemu. Boleh juga dibilang, perayaan hari kami berpisah. Saat itu pula, dari Winamp-ku, teralun lagu Peluk dari Aqi dan Dewi Lestari.

"Tiada yang tersembunyi
Di dalam peluk ini
Tapi rasakan semua
Sebelum kau ku lepas slamanya
Tak juga ku paksakan
Sedikit pengertian
Bahwa ini adanya
Cinta yang tak lagi sama"

"Aku juga sayang banget sama Aa. Aku kangen banget sama Aa." ucapku lirih.

Ya, yang ku ingat di malam itu. Sebab keesokan harinya, dia sudah tidak di kamarku lagi. Pun ketika ku tanya teman kos yang mengetuk pintu kamarku sebelum kedatangannya.
(Bersambung..)

No comments:

Post a Comment